Thursday 17 March 2016

Membuat Mobil Listrik dan Merakit TV dipenjara Membakar Hutan Dibebeskan

Inilah Indonesia Ironis Sekali Negara dimana Semua Kreativitas Anak Bangsa Yang Harusnya Menjadi Hal yang Istimewa malah Menjadi Bencana, dan Yang paling aneh malah sebuah Perusahaan yang Membakar hutan ratusan Hektar dibebaskan dari hukuman.

Berikut Kasus-Kasus Kreatifitas Yang Berujung dipenjara Menurut Blog.Permenkaret

- Kasus Pengadaan Mobil Listrik , Dasep Divonis 7 tahun   Penjara Dan Wajib Membayar  Denda Rp17 Miliar


- Pria Lulusan SD Ahli Merakit Televisi yang diganjar 6   Bulan Penjara


- Prusahaan Pembakar Hutan yang Menebabkan banyak kerusakan    Dibebaskan


Berikut Masing-Masing Penjelasannya :

1. Blog-PermenKaret.Blogspot.co.id, JAKARTA –  Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis 7 tahun penjara kepada Direktur Utama PT Sarimas Ahmadi Pratama, Dasep Ahmadi. 

Terdakwa Kasus dugaan Korupsi Pengadaan Mobil Listrik, ini Dinilai Terbukti Melakukan Perbuatan Memperkaya Diri Sendiri, orang lain atau Korporasi.

"Menghukum terdakwa Dasep Ahmadi dengan pidana penjara selama tujuh tahun dan membayar denda Rp200 juta subsider tiga bulan kurungan," kata Hakim Arifin di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin (14/3/2016).

Hakim juga mewajibkan Dasep membayar uang pengganti sebesar Rp 17,1 miliar

Jika dalam waktu 30 hari setelah putusan, uang pengganti tidak dipenuhi, maka harta benda milik Dasep akan disita.

Jika masih belum cukup juga, maka Dasep akan dikenai hukuman 2 tahun penjara.



2. Blog-PermenKaret.Blogspot.co.id, KARANGANYAR - Kejaksaan Negeri (Kejari) Karanganyar Memusnahkan Ratusan Unit Televisi Rakitan Yang Menjadi Bukti bukti Kejahatan

Ratusan televisi ini disita dari seorang warga asal Desa Jatikuwung, Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar, Muhammad Kusrin lantaran tidak memiliki izin dari pemerintah.

Pria lulusan sekolah dasar yang sering melakukan perakitan televisi berukuran 14 serta 17 inchi di bengkelnya, dan kemudian ditangkap Kepolisian Daerah Jawa Tengah pada bulan Maret 2015 lalu.

"Kusrin diputuskan bersalah karena terbukti melanggar pasal 120 ayat 1 UU Republik Indonesia nomor 3 tahun 2014 tentang perindustrian dan dijatuhi hukuman enam bulan penjara dengan masa percobaan satu tahun serta denda sebesar Rp 2,5 juta," ujar Kepala Kejari Karanganyar Teguh Subroto, Senin (11/1/2016).

Teguh mengatakan saat proses penangkapan berlangsung sebenarnya Kusrin telah mengajukan izin perakitan televisi tersebut kepada Pemerintah.

Namun sebelum proses perizinan turun, dirinya justru lebih dahulu ditangkap oleh pihak kepolisian beserta ratusan televisi yang sudah dirakit. Izin yang diajukan oleh Kusrin itu akhirnya baru turun sebelum sidang putusan dilakukan.

Lebih lanjut, pihakya mengatakan proses pemusnahan televisi itu dilakukan dengan cara dibakar. Pembakaran dilakukan di dua tempat yakni di Kantor Kejari Karanganyar dan Tempat Pembuangan Akhir Sukosari Jumantono.

Kasi Pidanan Umum Kejari Karanganyar, Heru Prasetyo mengatakan praktik yang dilakukan oleh Kusrin itu sudah dilakukan sejak tahun 2015. Televisi dirakit Kusrin dari monitor bekas yang kemudian diberi label dan kardus layaknya televisi baru buatan pabrik.

Menurutnya sebelum ditangkap Kusrin telah mendistribusikan televisi buatanya di sejumah Kota seperti Solo dan Daerah Istimewa Yogyakarta dengan harga per unitnya antara Rp 750.000 hingga Rp 800.000, dan terpidana telah mendapat keuntungan sekitar Rp 11 juta dari usahanya ini.




3.  Blog-PermenKaret.Blogspot.co.id, Palembang - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi)  Sumatera Selatan (Sumsel) menanggapi sinis putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Palembang yang menolak gugatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kementerian LHK) terhadap tergugat PT Bumi Mekar Hijau dalam sidang di Pengadilan Negeri Palembang.

Direktur Walhi Sumsel Hadi Jatmiko menilai putusan itu mengecewakan rakyat, khususnya mereka yang menjadi korban asap kebakaran hutan dan lahan. Bahkan, putusan ini dianggap sebagai bukti dari ketidakseriusan negara dalam menindak pelaku perusakan lingkungan hidup.

"Ini sebuah kemunduran, padahal Pasal 49 Undang-Undang No 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dengan tegas dan jelas mengatakan bahwa pemegang hak atau izin bertanggung jawab atas terjadinya kebakaran hutan di areal kerjanya," ucap Hadi usai persidangan di Pengadilan Negeri Palembang, Rabu (30/12/2015).

Apalagi dalam putusannya majelis hakim yang diketuai Parlas Nababan sempat menyebut jika kebakaran di wilayah konsesi tergugat tidak menyebabkan kerusakan lingkungan hidup. Alasannya, lahan yang terbakar masih tetap bisa ditanami dan tanaman tetap tumbuh subur.

"Hakim harusnya melihat lingkungan hidup itu tidak hanya lahan yang terbakar, tetapi udara sebagai akibatnya. Jelas kami kecewa," kata Hadi.
Dalam sidang, majelis hakim yang terdiri dari Parlas Nababan, Eli Warti, dan Kartidjo menolak seluruh gugatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) selaku penggugat yang juga dibebankan membayar biaya perkara sebesar Rp 10.200.000.

Menurut hakim, seluruh gugatan dalam kasus kebakaran hutan dan lahan oleh PT Bumi Mekar Hijau di Kecamatan Tulung Selapan, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, tidak dapat dibuktikan, baik berupa kerugian dan kerusakan hayati.

Apalagi, selama proses kebakaran lahan, PT Bumi Mekar Hijau selaku tergugat telah menyediakan sarana pemadam kebakaran dalam lingkungan perkebunan. Majelis hakim menilai kebakaran lahan perkebunan bukan dilakukan tergugat, tetapi pihak ketiga, sehingga tergugat lepas dari jeratan hukum.

Gugatan Rp 7,9 Triliun

Sebelumnya, KLHK telah menggugat PT Bumi Mekar Hijau sebesar Rp 7,9 triliun, atas terbakarnya lahan di areal perkebunan perusahaan pada 2014 lalu. Kementerian LHK menilai, perusahaan telah lalai dalam mengelola izin yang telah diberikan pemerintah untuk mengolah lahan sebesar 20.000 hektare.
Atas ditolaknya gugatan ini, kuasa hukum Kementerian LHK langsung mengajukan banding. Lewat Direktur Jenderal Penegakan Hukum, Rasio Ridho Sani, Kementerian LHK juga mengaku kecewa. Semua bukti dan fakta di lapangan telah cukup kuat. Karena itu, Rasio menyebut pihaknya akan terus berjuang menanggulangi kebakaran lahan.

"Sudah kami ajukan banding. Izin perusahaannya juga sudah kami bekukan. Sampai mana pun, kami tetap maju dalam proses hukum pihak-pihak yang telah membakar lahan ini," papar Rasio.

Di tempat terpisah, kuasa hukum PT Bumi Mekar Hijau, Maurice mengaku jika pihaknya juga akan mempersiapkan proses hukum berikutnya setelah pengajuan banding dari Kementerian LHK.

"Klien kami tidak bersalah. Putusan hakim sudah tepat dan kami merasa senang. Ke depan, kami bersiap hadapi proses berikutnya," kata Maurice.

Sumber : Tribunnews dan Liputan6 


EmoticonEmoticon